Rabu, 26 Agustus 2015

Cyber Crime

Pengertian Cybercrime.
 
Dewasa ini industri teknologi sedang di sibukkan oleh pemberitaan tentang pencurian serta pembobolan data melalui perangkat komputer yang mana pelaku menggunakan kecanggihan serta kelemahan dari sistem teknologi untuk kepentingan pribadi atau kepentingan lain yang mana akan ada pihak yang di rugikan. Berikut ini ada beberapa penjelasan tentang perbedaan antara Cybercrime, Computercrime dan IT crime. 

·      Cybercrime adalah kejahatan yang di timbulkan melalui pemanfaatan teknologi internet, sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan menggunkan internet yang berbasis pada kecanggihan teknologi komputer dan komunikasi.
        
Andi Hamzah dalam bukunya “Aspek-aspek Pidana di Bidang Komputer” (2013) mengartikancybercrime sebagai kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara ilegal.

Forester dan Morrison mendefinisikan kejahatan komputer sebagai: aksi kriminal dimana komputer digunakan sebagai senjata utama.

Girasa (2013) mendefinisikan cybercrime sebagai : aksi kejahatan yang menggunakan teknologi komputer sebagai komponen utama.

M.Yoga.P (2013) memberikan definisi cybercrime yang lebih menarik, yaitu: kejahatan dimana tindakan kriminal hanya bisa dilakukan dengan menggunakan teknologi cyber dan terjadi di dunia cyber.
Tavani (2000) memberikan definisi cybercrime yang lebih menarik, yaitu: kejahatan dimana tindakan kriminal hanya bisa dilakukan dengan menggunakan teknologi cyber dan terjadi di dunia cyber.

Kejahatan dunia maya (
Inggris: cybercrime) adalah istilah yang mengacu kepada aktivitas kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer menjadi alat, sasaran atau tempat terjadinya kejahatan
Susan W. Brenner mengemukakan bahwa: Cybercrime is one of the terms used to denote the use of computer technology to engage in unlawful activity.

Contoh Kasus Cyber Crime:

1. Deface
Istilah ini biasa disebut Membajak Situs Web bagi orang awam. Cyber crime biasa melakukan pergantian halaman web yang dimasuki. Pembajakan ini dilakukan dengan menembus lubang keamanan yang terdapat di dalam web tersebut.

2. Pencurian Kartu Kredit
Cyber crime adalah kejahatan yang paling merugikan “korban”. Karena “pelaku” kejahatan dari cyber crime ini biasanya mencuri data kartu kredit “korban” dan memakai isi dari kartu kredit “korban” untuk kepentingan pribadi “korban”.

3. Virus
Kejahatan ini dilakukan dengan cara memasukan virus melalui E-mail. Setelah E-mail yang dikirim dibuka oleh “korban” maka virus itu akan menyebar ke dalam komputer dari sang “korban” yang menyebabkan sistem dari komputer korban akan rusak.



 Pengertian computer Crime

Dr. Debarati Halder and Dr. K. Jaishankar (2011) define Cybercrimes as: "Offences that are committed against individuals or groups of individuals with a criminal motive to intentionally harm the reputation of the victim or cause physical or mental harm, or loss, to the victim directly or indirectly, using modern telecommunication networks such as Internet (Chat rooms, emails, notice boards and groups) and mobile phones (SMS/MMS)".

setiap perilaku ilegal yang ditujukan dengan sengaja pada operasi elektronik yang menargetkan system keamanan computer dan data yang diproses oleh system computer tersebut. http://danrayusuma.weebly.com

“computer crime” could reasonably include a wide variety of criminal offences, activities or issues. It also known as crime committed using a computer as a tool and it involves direct contact between the criminal and the computer. http://www.sekedarinfo.com

Thomas Porter dalam bukunya “EDP Control and Auditing” yakni computer abuse (penyalahgunaan komputer), computer crime (kejahatan komputer) dan computer relater crime (kejahatan yang berhubungan dengan komputer).

Computer abuse merupakan tindakan sengaja dengan melibatkan komputer dimana satu pelaku kejahatan atau lebih dapat memperoleh keuntungan atau korban ( satu atau lebih ) dapat menderita kerugian.

Computer crime merupakan tindakan melanggar hukum di mana pengetahuan tentang komputer sangat penting agar pelaksanaannya berjalan dengan baik.

Computer related crime adalah kejahatan yang berkaitan dengan komputer tidak terbatas pada kejahatan bisnis, kerah putih atau ekonomi.

Contoh - contoh kejahatan computer :

1. Pencurian uang
2. Virus computer
3. Layanan pencurian
4. Pencurian data dalam program
5. Memperbanyak program
6. Mengubah data
7. Pengrusakan program
8. Pengrusakan data
Pelanggaran terhadap kebebasan Pelanggaran trhadap undang - undang atau hukun internasional Sistem informasi dan kejahatan computer
Kejahatan terhadap komputer dan penjahat komputer merupakan tantangan utama terhadap perkembangan sistem informasi. Perkembangan sistem, serta sistem akutansi haruslah benyak memggunakan cara pengontrolan dan merundingkan sebelum sistem tersebut dibangun dan merawat sistem keamanaannya.

Metode Kejahatan Komputer:

Banyak metode yang digunakan untuk melakukan kejahatan komputer. Metode-metode itu antara lain penipuan data, trojan horse, teknik salami, logic bomb dan kebocoran data. Penipuan data merupakan metode yang paling sederhana, aman dan lazim digunakan. Metode ini menyangkut pengubahan data sebelum atau selama proses pemasukan ke komputer.
www.google.com 

Pengertian IT Crime

IT Crime adalah sebuah istilah yang di gunakan luas oleh pelaku kejahatan yang melibatkan salah satu hardware maupun software dari teknologi informasi.

IT Crime adalah penggunaan teknologi informasi untuk tindak kejahatan dunia maya yang mengikuti perkembangan serta pemanfaatan teknologi komputer.

Sebagaimana telah diatur dalam perkap POLRI No. 10/2010 tentang pengelolaan barang bukti.
Penyidik, berdasarkan Pasal 1 angka 2 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Perkapolri 10/2010”),adalahpejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Polri”) yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
 Anggota Polri yang mempunyai tugas dan wewenang untuk menerima, menyimpan, mengamankan, merawat, mengeluarkan dan memusnahkan benda sitaan dari ruang atau tempat khusus penyimpanan barang bukti adalah Pejabat Pengelola Barang Bukti (“PPBB”) sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 angka 8 Perkapolri 10/2010.

PPBB mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut: (Pasal 11 Perkapolri 10/2010)
a.    menerima penyerahan barang bukti yang telah disita oleh penyidik;
b.    mencatat ke dalam buku register daftar barang bukti;
c.    menyimpan barang bukti berdasarkan sifat dan jenisnya;
d.    mengamankan barang bukti agar tetap terjamin kuantitas dan/atau kualitasnya;
e.    mengontrol barang bukti secara berkala/periodik dan dicatat ke dalam buku kontrol barang bukti;
f.     mengeluarkan barang bukti atas perintah atasan penyidik untuk dipinjam pakaikan kepada pemilik yang berhak; dan
g.    memusnahkan barang bukti.

 Pada dasarnya, barang bukti dapat dikeluarkan untuk:
a.    keperluan penyidikan (Pasal 17 Perkapolri 10/2010);
b.    dikirimkan ke jaksa penuntut umum (Pasal 18 Perkapolri 10/2010);
c.    dikembalikan kepada orang atau dari siapa benda itu disita atau kepada mereka yang berhak (Pasal 19 Perkapolri 10/2010);
d.    dijual lelang, dalam hal barang bukti yang disita lekas rusak dan/atau biaya penyimpanan terlalu tinggi (Pasal 20 Perkapolri 10/2010);
e.    dimusnahkan, dalam hal barang bukti narkotika, psikotropika, dan obat-obatan terlarang (Pasal 21 Perkapolri 10/2010).

 Selain itu, dapat juga dilakukan pinjam pakai barang bukti. Akan tetapi, barang bukti hanya dapat dipinjampakaikan kepada pemilik atau pihak yang berhak (Pasal 23 ayat (1) Perkapolri 10/2010).
 Pengaturan di atas pada dasarnya terangkum dalam Pasal 44 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, bahwa penyimpanan benda sitaan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan tanggung jawab atasnya ada pada pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan benda tersebut di larang untuk dipergunakan oleh siapapun juga.

 Jadi pada dasarnya, barang bukti dilarang untuk digunakan oleh orang-orang yang tidak berhak sebagaimana telah disebutkan di atas.

 Selanjutnya, perlu diketahui bahwa pada dasarnya atas kegiatan pengelolaan barang bukti ini dilakukan pengawasan baik secara umum maupun khusus (Pasal 24 Perkapolri 10/2010).
 Pengawasan secara khusus, dilakukan apabila terdapat kejadian yang bersifat khusus, sehingga perlu dibentuk tim yang ditunjuk berdasarkan surat perintah (Pasal 26 ayat (1) Perkapolri 10/2010).
 Kejadian yang bersifat khusus tersebut antara lain: (lihat Pasal 26 ayat (3) Perkapolri 10/2010)
a.    adanya laporan atau ditemukannya penyimpangan;
b.    penyalahgunaan barang bukti;
c.    hilangnya barang bukti; dan
d.    adanya bencana yang bisa mengakibatkan barang bukti hilang atau rusak.
 Selain pengawasan terhadap pengelolaan barang bukti, dilakukan juga pengawasan terhadap petugas penyelidik dan penyidik, yang salah satunya pengawasan terhadap perlakuan dan pelayanan terhadap tersangka, saksi dan barang bukti (Pasal 82 ayat (2) huruf b Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana – “Perkapolri 14/2012”).
 Metode pengawasan dan pengendalian kegiatan penyelidikan dan penyidikan salah satunya meliputi pengawasan melekat (Pasal 83 huruf b Perkapolri 14/2012).
 Pengawasan melekat tersebut dilaksanakan oleh atasan penyidik dengan cara pengawasan dan pengendalian: (lihat Pasal 87 Perkapolri 14/2012)
a.    langsung pelaksanaan penyelidikan;
b.    administrasi penyidikan;
c.    pengolahan TKP;
d.    tindakan upaya paksa;
e.    pelaksanaan rekonstruksi atau reka ulang;
f.     penanganan tahanan dan barang bukti; dan
g.    tindakan lain yang ada kaitannya dengan penyelidikan dan penyidikan.

 Dalam hal hasil pengawasan ditemukan adanya dugaan pelanggaran disiplin atau kode etik profesi Polri yang dilakukan penyidik/penyidik pembantu, sebelum diproses melalui mekanisme acara hukuman disiplin, harus dilakukan pemeriksaan pendahuluan oleh atasan penyidik, pengawas penyidikan atau pejabat atasan pengawas penyidikan (Pasal 91 Perkapolri 14/2012).

 Dalam hal hasil pemeriksaan pendahuluan telah menemukan petunjuk: (lihat Pasal 92 Perkapolri 14/2012).

a.    diduga telah terjadi pelanggaran disiplin atau pelanggaran kode etik profesi Polri, pemeriksaan selanjutnya diserahkan kepada fungsi Propam Polri paling lambat 7 (tujuh) hari setelah dilaksanakan pemeriksaan pendahuluan; dan
b.    diduga telah terjadi tindak pidana yang dilakukan oleh penyidik/penyidik pembantu dalam pelaksanaan penyidikan, proses penyidikannya diserahkan kepada fungsi Reskrim.
 Ini berarti polisi yang menggunakan barang bukti bukan untuk kepentingan-kepentingan sebagaimana diatur dalam Perkapolri 10/2010, dapat diajukan untuk dilakukan pemeriksaan untuk dilihat apakah terjadi pelanggaran disiplin atau kode etik.
 Sebagai contoh, dalam artikel Kapoldasu: Barang Bukti Tak Boleh Dipakai Anggota, Kapoldasu, Irjen PolWisjnu Amat Sastro melalui Kadubbid PID Humas Poldasu AKBP MP Nainggolan, mengatakan bahwa anggota polisi dilarang keras memakai barang bukti hasil kejahatan. Jika ada ditemukan anggota polisi menggunakan hasil kejahatan atau sitaan dari tersangka, dapat dilaporkan ke pimpinan atau Propam, agar segera ditindak lanjuti.
 Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

 Dasar Hukum:
2.    Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
3.    Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.



Sumber


Tidak ada komentar:

Posting Komentar